top of page

Agustus dan Perjalanan


Diambil di: Pulau Perak, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Kepulauan Seribu, Indonesia

Agustus dan perjalanan dapat disingkat dengan satu kata: gado-gado. Bukan karena dalam semua perjalanan yang kulakukan itu aku selalu makan gado-gado, tetapi karena semua rasa campur aduk dan tumpah-ruah di dalamnya. Ada perjalanan yang agen travelnya menghilangkan foto kami begitu saja (padahal kami sudah susah-susah tidur-tiduran berbalut pasir dan panas-panasan di pinggiran pantai), ada perjalanan (sok) mewah bertema staycation yang ternyata tidak cocok-cocok amat untuk tipe pelaku perjalanan yang hustle-bustle sepertiku dan ada juga perjalanan bertema kemerdekaan dengan pemandangan hamparan fosil bebatuan kuno yang mirip sekali dengan pemandangan di Peru.

Campur aduk, kan, seperti gado-gado?

Perjalanan pertama adalah perjalanan ke pinggiran utara menyeberang lautan dari ibukota, yang merupakan salah satu taman nasional dari 53 taman nasional di Indonesia yang kebetulan juga ada di dalam bucketlist-ku, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu namanya. Pulau tempat kami menginap adalah Pulau Harapan yang letaknya 3 jam perjalanan laut jauhnya dari ibukota sendiri. Kuberi tahu padamu, ya, kapal motor untuk menyeberang dari Dermaga Kali Adem Muara Angke ke pulau itu luar biasa berbeda dengan kapal kayu yang kita gunakan waktu kita menyeberang dari Desa Sumur ke Taman Nasional Ujung Kulon Pulau Peucang sebulan yang lalu. Ukurannya memang jauh lebih besar, tapi suasananya ternyata jauh lebih sumpek. Jangan kaget, deh! Pokoknya, banyak-banyaklah bawa media hiburan seperti buku, games, makanan atau apapun lah yang kira-kira bisa menghiburmu hingga kau sampai di pulau tujuanmu itu. Bahkan, kalau kau punya rezeki berlebih, kusarankan kau menyeberang menggunakan kapal cepat saja (atau biasa disebut kapal predator) yang memulai perjalanannya dari Pelabuhan Marina Ancol – selain karena waktu perjalanan yang ditempuh bisa lebih cepat, aku yakin kau juga bisa lebih nyaman sehingga bisa menikmati perjalanan.

Seperti yang kubilang tadi, kami hanya menumpang menginap di Pulau Harapan. Nah, nanti, kalau kapan-kapan kau mampir atau menginap juga di sana, jangan lupa untuk makan telur gulung, ya. Telur gulung ini banyak dijual oleh abang-abang penjual gorengan di sepanjang jalan dari dermaga hingga kantor kelurahan. Rasanya memang lumayan enak dan mengenyangkan. Si Suci, salah satu teman perjalananku, saja sampai ketagihan makan telur gulung berkali-kali! Anggap saja lah seperti wisata kuliner begitu. Kalau tidak percaya, kau tanya Suci saja, pasti ia sependapat kok.

Untuk snorkeling dan main airnya sendiri (bahasa Inggrisnya, sih, island hopping, tapi aku tidak tahu istilah bahasa Indonesianya, jadi maklumi saja, ya) tidak kami lakukan di Pulau Harapan, tapi kami menyeberang ke Pulau Perak, Pulau Tongkeng dan Pulau Dolphin. Ketiganya bagus sekali, sih, menurutku karena airnya yang jernih, warna langitnya yang biru merona dan kondisi pulaunya yang bersih. Aku sendiri tidak menyangka, lho, kalau ada pulau-pulau yang sebagus itu di Kepulauan Seribu yang notabene tidak begitu jauh dari ibukota.

Nah, kalau kau ke Pulau Tongkeng dan Pulau Dolphin, jangan lupa bawa Drone-mu, ya. Karena pemandangan keduanya dari ketinggian bagus sekali, kawan, dan akan sulit kau lupakan. Pulau Dolphin sendiri, dilihat dengan mata telanjang saja sudah luar biasa mengagumkan gradasi warna lautnya, apalagi kalau kau lihat dari Drone. Oh, ya, omong-omong soal Drone, aku jadi kesal kalau ingat soal foto Drone. Jadi, foto Drone ini adalah salah satu fasilitas yang diberikan oleh agen travel kami dalam paket perjalanan yang mereka sediakan. Nah, aku dan teman-temanku sudah bersiap-siap dan mengantri untuk foto Drone di pinggiran pantai di Pulau Dolphin, lalu kami sudah susah-susah tidur-tiduran dan membentuk formasi bintang (niatnya supaya bagus dan estetik bila dilihat dari ketinggian, kan) dan intinya pada saat itu kami seperti sudah difoto, deh, karena si fotografer Drone menyatakan bahwa foto kami sudah diambil. Tapi, sewaktu sudah kembali ke ibukota dan foto-foto perjalanan itu dibagikan olehnya, foto kami tersebut tidak ada. Ketika ditanya, ia hanya bilang, semua foto yang sudah ia bagikan adalah semua foto yang ada di Drone dan tidak ada yang tertinggal. Huh, menyebalkan sekali lah karena, kan, poin utama dari paket perjalanan mereka itu, ya, sebenarnya foto Drone-nya! Setiap mengingatnya aku jadi kesal dan benar-benar tidak ingin pakai agen travel itu lagi.

Nah, sudah, ya, daripada aku marah-marah terus dalam cerita perjalanan kali ini, aku akan mulai beralih saja ke perjalanan yang kedua. Ini foto-foto perjalanan yang pertama tadi, omong-omong.

Perjalanan yang kedua adalah perjalanan bertema staycation atau yang biasanya sering kusebut dengan tipe perjalanan-nya orang kaya karena sifatnya yang mewah. Tapi, kau kan tahu aku lah, mau jalan-jalan saja harus memutar otak seribu kali supaya uangku cukup dan bisa membuatku pulang dengan sehat wal-afiat seperti sedia kala pada saat sebelum berangkat (traveller bokek here, anyway!), jadi akan kuakui saja bahwa perjalanan yang kulakukan itu hanyalah perjalanan (sok) mewah yang sebenarnya tidak ada mewah-mewahnya sama sekali.

Satu (dan merupakan poin yang paling penting), karena perjalanan itu bisa terjadi hanya karena adanya ICTP (International Congress of Tropical Pediatric) 11th dan KONIKA (Kongres Ilmu Kesehatan Anak Nasional) 17th yang dilangsungkan di Hotel The Alana Jogjakarta pada tanggal 4 - 11 Agustus 2017. Ayahku adalah salah satu panitia sekaligus pembicara dalam kegiatan tersebut, jadi ia mendapat kamar gratis dan aku boleh ikut menumpang. See? Kamarnya saja kamar gratisan, hehehe. Yang berhubungan dengan poin kedua yaitu karena kamarnya gratisan, maka kelas kamarnya juga bukannya suite sebagaimana kelas kamar yang biasanya digunakan oleh para pelaku perjalanan kelas atas yang sifatnya mewah.

Nah, sekarang kau tahu, kan, kenapa kubilang staycation yang kulakukan itu tidak ada mewah-mewahnya. Ini bukan berarti aku tidak bersyukur, ya, kawan, aku hanya ingin kau dan kawan-kawan yang lain tahu bahwa aku belum berada di tahapan yang bisa melakukan perjalanan dengan tema staycation yang benar-benar mewah seperti yang Annie Jaffrey, Jennifer Bachdim, Maria dan Elizabeth Rahajeng, dan orang-orang lain pada umumnya lakukan.

Tapi, karena sudah terlanjur melakukan perjalanan dengan tema staycation, ya sudahlah, kulakukan saja seperti bagaimana orang-orang melakukannya yaitu dengan:

TIDUR-TIDURAN CANTIK DI GAZEBO DI PINGGIR KOLAM RENANG DAN PERAWATAN SPA!

Yang ternyata luar biasa nyaman (kau benar-benar harus mencoba perawatan spa-nya kalau kau kebetulan menginap di sana dan kau tidak akan menyesal!), tapi ujung-ujungnya membuatku senantiasa berpikir dan bertanya-tanya, ‘terus ngapain lagi, ya?’ Nah, itu juga yang mau aku bagi denganmu. Untuk tipe-tipe pelaku perjalanan yang seperti kita ini yaitu yang hustle-bustle alias selalu berkeinginan untuk cepat-cepat pergi dan menjelajah sana-sini, melompat dari satu destinasi ke destinasi yang lain, melahap satu pemandangan dan pemandangan yang lain serta selalu mencoba untuk membuat dan membekukan satu momen ke momen yang lain, yang bagi orang awam akan menyebut kita sebagai ‘orang-orang yang tidak bisa diam’, kita tidak cocok, kawan, atau tepatnya AKU tidak cocok untuk tipe perjalanan yang hanya diam leha-leha begitu.

Untungnya, aku sendiri mengatur bahwa hari berikutnya adalah hari menjelajah kota (meskipun hanya menjelajah Malioboro saja, omong-omong, dan wisata belanja). Tapi, paling tidak aku masih bisa mengambil beberapa gambar hitam-putih di sekitar sana yang serial fotonya kuberi nama ‘Wajah Kota’.

Kurang lebih seperti itulah, cerita singkat staycation-ku. Ini foto-fotonya.

Yang terakhir adalah perjalanan dengan tema kemerdekaan karena diadakan pada hari kemerdekaan negeri kita, 17 Agustus. Tahun lalu aku juga mengadakan perjalanan tujuh belasan bersama adik dan ayahku (scroll terus ke bawah hingga bagian related post kalau ingin membaca cerita perjalananku yang itu, ya, judulnya "Cerita Tujuh Belasan di Pulau-Pulau Tak Berpenghuni") sehingga sejak jauh-jauh hari aku sudah merencanakan agar bisa melakukan perjalanan bertema tujuh belasan lagi tahun ini.

Untuk perjalanan bertema tujuh belasan kali ini, aku mengajak temanku, Devita namanya. Devita dan aku sudah pernah melakukan perjalanan bersama sebelumnya yaitu perjalanan ke Dieng pada awal Agustus tahun lalu (scroll terus juga ke bawah hingga bagian related post kalau kau juga ingin membaca cerita perjalananku yang itu, ya, judulnya "Catatan Perjalanan ke Negeri di Atas Awan"). Perjalanan kali ini adalah perjalanan ke Goa Pawon dan Stone Garden yang terletak di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Tidak begitu jauh dari ibukota tapi pemandangannya cukup mencengangkan (paling tidak bagiku).

Aku suka sekali dengan perjalanan yang kami lakukan itu karena berkali-kali aku bisa memotret pemandangan yang menurutku mirip sekali dengan foto-foto pemandangan yang biasanya kulihat dari Instagram atau film-film di luar negeri. Pemandangan di dalam Goa Pawon mirip sekali dengan pemandangan yang ada di Utah – tanah merah dan segala macamnya. Sedangkan pemandangan di Stone Garden mirip sekali dengan pemandangan yang ada di Peru – hamparan fosil bebatuan kuno dan segala macamnya, bahkan ada salah satu bagian di wilayah Stone Garden ini yang dipenuhi bebatuan besar (tapi berkesan rapi sekali) yang juga mengingatkanku pada pemandangan di Easter Island. Indah sekali, kawan. Kau harus melihatnya sendiri.

Pesanku, kalau kau main-main ke Stone Garden, naiklah terus ke atas sampai kau berdiri di Puncak Panyawangan, ya. Dari sana kau bisa mengambil foto sepuas-puasnya, sebanyak-banyaknya karena pemandangannya bagus sekali dari ketinggian. Kalau malas, kau juga bisa duduk-duduk saja dalam diam – asal kau tidak diusir oleh pengunjung lain yang mungkin antri untuk foto di belakangmu. Dan kalau kau mampir ke Goa Pawon, pakailah sandal gunung atau sepatu bot yang biasa kau pakai untuk mendaki, ya. Jangan seperti aku, sok-sokan menggunakan sepatu bot biasa (dengan pertimbangan supaya kece) lalu hampir jatuh berkali-kali di dalam Goa Pawon – memalukan lah, pokoknya, tidak usah kau bayangkan!

Nah, demikian lah cerita perjalananku di bulan Agustus kali ini. Maaf, ya, kalau menurutmu terlalu panjang. Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya menyingkat cerita perjalanan yang merangkum 3 perjalananku itu. Terima kasih banyak sudah mau membaca ceritaku. Aku belum dengar, lho, cerita perjalanan musim panasmu. Ceritakan padaku nanti ketika kita bertemu, ya.

---

Special Thanks

  • Terima kasih banyak kepada Suci dan Fitria yang sudah bersedia menemani perjalanan ke Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, memotret aku dan juga berfoto bersamaku. Sampai bertemu di kelas PRAPTUN dan di perjalanan selanjutnya!

  • Terima kasih banyak kepada Devita yang sudah bersedia menemani perjalanan bertema tujuh belasan tahun ini dan memotretku banyak-banyak meskipun sambil diancam ‘guenya harus kelihatan langsing, ya, Dev!’. Mulai dipikirkan, ya, Dev, tahun depan kita mau kemana lagi, hehehe, sampai bertemu!

  • Terima kasih banyak kepada panitia ICTP 11th dan KONIKA 17th yang sudah melangsungkan acaranya untuk pertemuan dokter-dokter anak dari seluruh Indonesia maupun seluruh dunia sehingga membuatku bisa menumpang tidur gratis di hotel sekelas The Alana. Semoga dilancarkan untuk acara ICTP dan KONIKA yang berikutnya!

  • Terima kasih banyak kepada ayahku, dr. Ari Prayitno, Sp.A (K), yang sudah memperbolehkanku menginap di kamar gratisan yang sebenarnya hanya untuk panitia/pengisi acara (dan bukannya untuk keluarganya juga). Maybe you’re the one who’s supposed to do the staycation thing rather than me!

Annisa Erou

Manggar, Jakarta, 24 Agustus 2017

bottom of page