Musim Dingin
- Annisa Erou
- Jul 17, 2016
- 2 min read

Photo taken at : The Lodge, Bandung, West Java, Indonesia
Seperti yang sudah seringkali kukatakan, aku memang merindukan musim dingin, kawanku.
Memang mungkin terdengar aneh, kau dan yang lainnya bisa saja berkata, 'Kita hidup di negara tropis dan kpistiwa melintang di atasnya, Erou, bagaimana mungkin kau merindukan musim dingin sedang kita tidak pernah memiliki dan merasakannya'. Namun kawanku, kau tahu aku tidak pernah berniat hanya tinggal menetap di sini. Kau tahu mimpi-mimpiku. Kau tahu itu, bukan?
Aku tahu, kau mungkin masih akan tetap mengatakan bahwa tidak ada musim dingin di sini. Ya, ya, memang tidak ada. Tetapi waktu-waktu di penghujung tahun selalu menyajikan derai hujan yang nadanya berdenting indah di telinga dan mengantarkan bau tanah basah dalam penciuman. Waktu-waktu di penghujung tahun mau tidak mau membuat kita banyak bergelung di kamar, yang sebagian orang katakan hanya untuk tidur malas-malasan, namun mereka tidak sadar bahwa di waktu-waktu itulah kita menjadi diri kita sendiri, menyelami diri kita sendiri, menikmati hidup kita sendiri, dan mengucapkan rasa syukur pada bumi. Waktu-waktu di penghujung tahun dengan payung-payung yang terbuka, selimut yang dibentangkan dan secangkir kopi yang diseduh ketika masih hangat selalu melahirkan banyak cerita. Atau, setidaknya bila bukan sebesar cerita, ia akan membekukan kenangan.
Belum lagi kawanku, setelah waktu-waktu di penghujung tahun itu bergulir, akan ada Natal yang menyambut. Astaga, Natal, kawanku, Natal! Nah, baru menuliskannya saja sudah membuatku sangat bersemangat dan merindukannya. Tidakkah kau juga bersemangat dan merindukannya?
Pernah suatu ketika, adikku mengkritisiku karena kukatakan aku lebih menyukai Natal dibanding hari raya yang kami rayakan. Kau mungkin tidak akan kaget mendengar ini karena sudah begitu mengenal aku, bukan? Bagiku, kawan, alasan kenapa kukatakan bahwa aku begitu menyukai Natal adalah karena suasana semaraknya. Suasana semaraknya yang mengingatkanku pada negeri yang ingin kujejakkan kakiku di atasnya dimana suasana semarak Natal disana sungguh tak tertahankan. Suasana semaraknya yang mengingatkanku pada teman lama yang dengannya kami bisa berbincang banyak dari mulai cinta hingga kebebasan. Oh, ya, ia juga amat sangat menyukai Natal. Suasana semaraknya yang mengingatkanku pada kenangan perjalananku ke negeri yang amat kecil namun keindahan budayanya, keramahan orang-orangnya dan cahaya Natal disana yang begitu tak tergambarkan.
Dan setelah Natal yang semarak itu, kawanku, ada tahun baru yang akan menutup kisah-kisah kita di tahun yang lama. Tidakkah kau merasa itu sesuatu yang luar biasa? Perpaduan antara musim dingin--yang menurutmu tidak pernah kita rasakan dan kita miliki disini--semarak Natal dan tahun baru yang menawarkan cerita-cerita baru. Belum lagi, kita benar-benar bisa menikmati semuanya dengan waktu luang yang kita dapatkan selama libur itu.
Nah, kawanku, Sekarang kau tahu kenapa aku sangat menyukai dan merindukan musim dingin, bukan?
Kau sendiri bukannya tidak kenal kamera, benda berat yang sering kubawa kemana-mana dan menjadi alasanku pergi kemana-mana itu.
Bayangkan, ada begitu banyak mozaik yang bisa kita bekukan di balik kamera sepanjang musim dingin berlangsung, benar tidak?
Jadi, kenapa kau masih berpikir kita tidak bisa merasakan dan memiliki suasana musim dingin, kawanku?
Di sore hari yang panas setelah hujan yang hanya datang setitik, 17 Juli 2016 Annisa Erou.
Comentários