top of page

Ketidaktahuanku

  • Writer: Annisa Erou
    Annisa Erou
  • Aug 10, 2016
  • 2 min read

Malam ini adalah malam pertama perjalananku ke negeri di atas awan. Sejujurnya, aku tidak tahu apakah negeri itu benar-benar berada di atas awan seperti Suzanne Nelson yang menggambarkan hutan awan dalam Heart and Salsa, atau justru para pengelana itu hanya menggembar-gemborkan saja.

Ketika kutulis kalimat-kalimat ini, jam di ponselku menunjukkan sudah pukul 11 lebih 27 menit malam. Seharusnya aku mulai tidur sebagaimana peserta perjalanan lainnya di bus ini, namun aku tidak bisa tidur sebelum melewati tengah malam. Entah mengapa, waktu malam selalu menyediakan ruang yang leluasa bagiku untuk menulis. Ah, kau juga tahu kan, kak? Kau kan juga hampir selalu menulis malam-malam. Kau juga selalu menoreh tinta dengan ditemani gelap dan sunyi senyap malam--atau mungkin juga dengan secangkir kopi hangat kalau kau suka, eh, sesungguhnya aku tidak tahu. Kita ini hampir tidak tahu satu sama lain, bukan, kak?

Yah, tapi biarlah kuceritakan sedikit apa yang kupikirkan malam-malam begini. Semakin jauh kilometer yang ditempuh dan semakin larutnya waktu, bukannya semakin mengantuk, aku malah semakin sibuk berpikir. Aku bertanya-tanya bagaimana kehidupan akan membawaku setelah ini. Apakah aku ternyata akan menjadi fotografer? Atau apakah aku akan menjadi gadis mode? Atau juga apakah aku akan menjadi pengelana? Atau bisa juga aku justru menjadi penulis? Omong-omong, kak, membaca sekian banyak tulisan-tulisanmu yang fantastis itu, sebenarnya kau berbakat menjadi penulis, tahu! Kau tidak ingin menjadi penulis?

Eh, kembali lagi kepadaku, atau jangan-jangan aku akan menjadi pengacara atau jaksa yang selalu berdiri untuk keadilan? Oh, atau justru menjadi pustakawan karena hidupku memang sepertinya tak bisa lepas dari buku?

Aduh, pusing aku. Beginilah hidupku sehari-harinya. Selalu pusing, pusing, pusing. Bahkan berada di salah satu sekolah hukum terbaik di negeri ini lalu dikelilingi dengan teman-teman terbaik juga tidak lantas membuatku tahu apa yang kuinginkan untuk dilakukan kelak.

Adikku yang tiga tahun lebih muda tapi kebanyakan bertindak jauh lebih dewasa dariku mengatakan kepadaku bahwa setidak-tidaknya aku harus tahu passion-ku--aku tidak mengerti bagaimana menerjemahkan kata passion ke dalam bahasa kita agar tetap memiliki artian yang sama deskriptifnya dengan bahasa aslinya, kak--agar aku bisa tahu apa yang kulakukan selanjutnya. Nah itu dia! Aku juga tidak tahu apa passion-ku.

Yang kutahu, aku ini suka memotret, berekspresi dengan mode dan menulis. Sudah.

Agak kurang meyakinkan dan kurang nyambung dengan gelar sarjana hukum yang akan kusandang beberapa tahun lagi, bukan?

Ah, tak tahulah aku, kak. Pusing aku.

Kalau boleh kutanya kepadamu, bagaimana kau bisa tahu dan menjadi yakin dengan impianmu untuk menjadi wasit penegak keadilan? Apakah kau tiba-tiba tahu atau justru senantiasa tahu?

Kak, bagaimana caranya supaya kita bisa tahu?

Perjalanan menuju Dieng Plateau, Kilometer kesekian, 4 Agustus 2016 11.50 malam.

Annisa Erou

Comments


All Rights Reserved. © 2016-2018 by Annisa Erou

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Instagram Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey Google+ Icon
  • Grey Pinterest Icon
bottom of page